Sejarah Baruppu', Pongtiku-Ne' Mese' dan Ma'nene'

Yosua Toto' Sanda Toding
Baruppu', Toraja Utara
Baruppu' adalah sebuah kecamatan paling utara di kabupaten Toraja Utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Mamuju,Sulawesi Barat. Baruppu merupakan dataran tinggi yang bersuhu dingin. Baruppu memiliki beberapa wisata alam berupa Kuburan tua seperti Pongtimban, Tunuan dan kuburan batu lainnya dan wisata alam Alami seperti Air Terjun Dua', Farisi, Marendeng dan lainnya.
Berbeda dengan orang Toraja pada umumnya, masyarakat Baruppu lebih mengenal asal usulnya dari Ta`dung Langit atau yang datang dari awan.

Lama kelamaan Ta`dung Langit yang menyamar sebagai pemburu ini menetap di kawasan hutan Baruppu dan kimpoi dengan Dewi Kesuburan Bumi. Karena itu, sering terlihat ketika orang Toraja meninggal dunia, mayatnya selalu dikuburkan di liang batu. Tradisi tersebut erat kaitannya dengan konsep hidup masyarakat Toraja bahwa leluhurnya yang suci berasal dari langit dan bumi. Maka, tak semestinya orang yang meninggal dunia, jasadnya dikuburkan dalam tanah. Bagi mereka hal itu akan merusak kesucian bumi yang berakibat pada kesuburan bumi.
Pongtiku dan Kerajaan Baruppu'.
Tiku adalah putra penguasa Pangala'. Setelah Tiku menduduki kerajaan Baruppu', ia menjadi raja, lalu menguasai Pangala' setelah ayahnya meninggal dunia. Lewat perdagangan kopi dan persekutuan dengan Suku Bugis di dataran rendah, Tiku mendapatkan kekayaan, tanah, dan kekuasaan yang besar. Semasa Perang Kopi (1889–1890), kota Tondon diserang oleh penguasa lain, namun direbut kembali pada hari yang sama. Ketika pasukan Belanda menyerbu Sulawesi pada awal 1900-an, Tiku dan pasukannya melancarkan serangan dari benteng. Ia ditangkap pada bulan Oktober 1906. Bulan Januari 1907, ia kabur dan menjadi buronan sampai Juni tahun itu. Ia dieksekusi mati beberapa hari setelah tertangkap.

Tiku merupakan pemimpin pemberontakan terlama di Sulawesi. Gubernur Jenderal J. B. van Heutsz menganggap Tiku sebagai ancaman bagi kestabilan pemerintahan Belanda di kawasan itu. Van Heutsz mengutus Gubernur Sulawesi untuk memimpin penangkapannya. Sejak kematiannya, Tiku menjadi simbol pemberontakan Toraja. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada tahun 2002.

Tiku lahir di dekat Rantepao di dataran tinggi Sulawesi (sekarang Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan) pada tahun 1846. Waktu itu, Sulawesi Selatan merupakan pusat perdagangan kopi dan dikuasai oleh beberapa panglima perang. Tiku adalah anak terakhir dari enam bersaudara yang lahir dari salah satu keluarga panglima perang tersebut. Ia merupakan putra dari Siambo' Karaeng, penguasa Pangala', dan istrinya, Leb'ok. Sebagai pemuda yang atletis, Tiku sangat ramah terhadap pedagang kopi yang mengunjungi desanya.

Pada tahun 1880, pecah perang antara Pangala' dan Baruppu', negara tetangga yang dikuasai Pasusu. Tiku pun memimpin serangan ke negara tetangganya. Setelah Pasusu dikalahkan, Tiku menggantikannya sebagai penguasa Baruppu'. Kerajaan yang baru dicaplok ini memiliki sawah yang luas dan aman sehingga Tiku memiliki kekuasaan yang besar. Meski suku Toraja umumnya lebih menghargai tenaga manusia dan membunuh orang secukupnya saja, sejarah lisan Baruppu' mendeskripsikan Tiku sebagai sosok pembunuh yang tidak memandang pria, wanita, atau anak-anak.
Tak lama kemudian, ayah Tiku meninggal dunia. Tiku naik sebagai penguasa Pangala'. Sebagai pemimpin, Tiku berusaha memperkuat ekonomi setempat dengan meningkatkan perdagangan kopi dan persekutuan strategis dengan suku-suku Bugis di dataran rendah. Kesuksesan ekonomi ini membuat para penguasa di sekitarnya menghormati dan mengagumi Tiku
Ne' Mese'
Selain Pongtiku, satu tokoh yang tidak bisa dilupakan adalah Ne' Mese'. Yang sekarang menjadi ikon gerbang bumi perkemahan Baruppu'. Ne' Mese' adalah salah satu pejuang pemberontakan yang berdiri dan berunding  bersama dalam peristiwa bersejarah yang menjadi titik tolak Toraja satu. "Misa'kada dipotuo pantan kada dipomate.
Peristiwa untulak buntunna Bone adalah peristiwa sejarah yang tidak bisa dipisahkan dari perjuangan rakyat Indonesia (dulu disebut Nusantara) merajud kemerdekaan. Satu padu para pemimpin Toraja dari berbagai pelosok menjadikan Toraja sebagai peradaban Benteke terkuat di Nusantara.

Sejarah  Ma'nene
Menurut riwayatnya, awal mula disebut Ma`nene  adalah dari seorang pemburu binatang bernama Pong Rumasek beberapa ratusan tahun yang lampau. Ketika itu, dirinya sedang berburu hingga memasuki kawasan hutan lindung pegunungan Balla. Di tengah perburuan, Pong Rumasek, warga Toraja, menemukan mayat seseorang dalam keadaan meninggal dunia.
Mayat tersebut tergeletak di tengah jalan di dalam hutan lebat dalam kondisi mengenaskan. Tubuhnya hanya tinggal tulang-belulang. Pong Rumasek merasa tergugah dan ingin merawatnya. Mayat tersebut lalu dibungkus dengan baju yang dipakainya. Setelah merasa aman, Pong Rumasek kemudian melanjutkan perburuannya.
Ada yang aneh, Semenjak kejadian itu, setiap kali Pong Rumasek mengincar binatang buruan, selalu dengan mudah mendapatkan buruannya, termasuk jenis buah-buahan di hutan. Kejadian aneh tersebut kembali terulang ketika Pong Rumasek pulang menuju rumah. Ladang tanaman yang dia tinggalkan, tiba-tiba panen lebih cepat dan dengan hasil melimpah.

Sejak banyak kejadian itu, setiap saat berburu ke hutan Pong Rumasek selalu menemui mayat yang telah dirawat dan sudah dibungkus. Terkadang mayat tersebut sering diajak berburu ketika saat menggiring binatang.
Akhirnya Pong Rumasek pun berkesimpulan bahwa jasad orang yang meninggal dunia harus tetap dimuliakan, meski itu hanya tinggal tulang belulangnya. Maka sering diadakan setiap satu tahun sekali sehabis panen besar sekitar bulan Agustus, setiap penduduk Baruppu di Tana Toraja selalu mengadakan acara ritual Ma`nene, upacara pemakaman untuk menghormati leluhur, dan tak lain mendiang Pong Rumasek.
Menurut masyarakat setempat bahwa jika salah satu pasangan suami istri meninggal dunia, maka pasangan yang ditinggalkan mati tidak diperbolehkan menikah sebelum mengadakan ritual Ma`nene. Masyarakat setempat menganggap bahwa sebelum melaksanakan ritual Ma`nene, status mereka masih sebagai pasangan suami istri. Namun, jika sudah melakukan ritual Ma`nene, maka pasangan yang masih hidup dianggap sudah bujangan dan berhak untuk kawin lagi.
Kebudayaan Ritual Ma`nene sendiri dilakukan setiap satu tahun sekali. Ini merupakan satu-satunya warisan leluhur yang masih dipertahankan secara rutin hingga sekarang. Kesetiaan mereka terhadap amanah leluhur melekat pada setiap warga desa setempat. Penduduk Desa Baruppu khususnya percaya jika ketentuan adat yang diwariskan jika melanggar maka akan mendatangkan musibah yang akan melanda desa mereka. Seperti gagal panen atau terdapat salah satu keluarga yang akan menderita sakit berkepanjangan.
........

Yosua Toto' Sanda Toding, S.Th

Komentar

  1. Belajar lebih banyak lagi sejarah lisan tentang Pongtiku bro.

    Dia adalah musuh nenek orang Baruppu'.

    Karena memerangi Baruppu' nenekoyang kita lari cirit birit ke Makki.

    BalasHapus
  2. Ya betul rumah dibakar harta dirampok, tedongnya diambil semua. Yang paling sadis ketika sejumlah pemberani baruppu/ratte yg menyingkir ke Batu untuk bertahan diundang untuk turun berunding damai di manglaa, ketika mereka dengan tulus hati memenuhi undangan pontiku untuk berdamai dengan tidak perlu lagi membawa senjata tajam, pongtiku bersama dengan tentaranya mempunyai rencana jahat dibalik undangan tersebut sehingga kesempatan itu tak disia-siakan mengepung mengikat dan membantai semuanya dengan parang dan tombak dan tak satupun yg lolos hidup. Ini membuat orang baruppu tidak percaya lagi kpd pongtiku lalu mereka lari mengungsi ke makki.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Toraja Tambang Emas Hitam

72 Tahun Merdeka dalam 35 provinsi, 70 Murid Yesus diutus ke 35 kota.